Ketika dilangsungkan aqad pernikahan, maka mereka berdua memperoleh banyak ucapan do’a dari kerabat, teman-teman dan para undangan dengan do’a keberkahan. Do’a ini memiliki makna yang sangat mendalam dan penuh pengharapan agar pernikahannya akan mendatangkan keberkahan bagi kedua mempelai, yakni yang diajarkan oleh Rasulullah SAW;
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكمُاَ فِيْ خَيْرٍ
Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan..
Keberkahan inilah yang menjadi tujuan bersama yang ingin dicapai, yang ingin diwujudkannya dalam bentuk rumah tangga yang ideal, yaitu suatu rumah tangga yang diliputi dengan ketenetraman jiwa(sakinah) , dengan penuh rasa cinta (mawaddah) dan penuh kasih sayang (warahmah) . Sebagaimana difirmankan Allah swt dalam QS 30: Al Ruum 21:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan di antaramu (suami, isteri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Untuk dapat mewujudkan rumah tangga yang ideal, maka sepasang suami isteri tersebut harus saling menghargai dan memahami akan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Selain itu harus tahu pula tentang hak dan kewajipan serta memahami tugas dan fungsinya yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Dengan terwujudnya rumah tangga yang ideal maka timbul kebahagiaan hidup dimana fikiran dan perasaan yang selalu tenang dalam berumah tangga. Kebahagiaan hidup yang ingin dicapai bukan hanya kebahagiaan dunia tetapi juga kebahagiaan akhirat.
Puncak kebahagiaan suami dan isteri terwujud ketika Allah swt memanggil dan memerintahkan kita bersama pasangannya untuk masuk kedalam syurga; sebagaimana dikhabarkan Allah dengan firman-Nya (QS 43, Az-Zukhruf:70):
Masuklah kamu ke dalam syurga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan
Kebahagiaan hidup di akhirat merupakan segalanya, yakni dalam wujud dijauhkannya kita dari api neraka dan dimasukkannya kita bersama seluruh keluarga bersama anak cucu kita kedalam syurga, sebagaimana Allah firmankan dalam Al Quran 52:. Ath-Thuur:ayat 21
Dan orang-orang yang beriman serta anak cucu mereka yang mengikuti dalam keimanan, kami hubungkan (pertemukan) anak cucu mereka dengan mereka (di surga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Alangkah indah dan bahagianya, jika kelak kita dapat bercengkerama kembali beserta anak cucu kita disyurga nantinya. Namun, tujuan ideal tersebut, terkadang terkena distorsi kerana perjalanan waktu, tujuan utama untuk mengayuh biduk bersama dengan penuh kemesraan, menjadi penuh kebencian, sehingga biduk mereka karam sebelum sempat berlabuh di tepian. Semula dihadapinya tentangan dengan penuh canda dan penuh keharmonian, kini berubah menjadi penuh amarah sehingga konsep rumahku syurgaku yang ingin dicapai menjadi rumahku neraka ku.
Menghadapi masalah kehidupan seperti itu, sepatutnya kita melakukan muhasabah (introspeksi) terhadap diri kita, apakah kita masih istiqomah (konsisten) dalam memegang teguh rambu-rambu yang telah dibangun agar tetap mendapatkan keberkahan dalam meniti hidup berumah tangga ?
Dalam bermuhasabah, ingatlah bahwa suami atau isteri bukanlah makhluk yang sempurna sehingga memungkinkan untuk berbuat salah, kerananya saling mengingatkan agar hentaman ombak yang menerpa biduk kita dapat kita lalui dengan keharmonian. Secara perlahan kita harus dapat mereduksiego kita dan mulai belajarlah ikhlas dalam menerima kekurangan pasangannya dan sabar setelah mengetahui kesalahannya. Hilangkan kecenderungan melihat kekurangannya saja karena pasangan kitapun juga memiliki banyak kelebihan. Kerananya perlu saling mengingatkan secara bijak, iaitu mengingatkannya dengan cara yang santun dan pada waktu yang tepat. Berilah respons yang lemah lembut ketika pasangan kita sedang dalam keadaan tegang. Salah satu pihak mahu tidak mahu harus mengalah, kerana sikap keras tidak dapat diatasi dengan sikap keras. Syaitan mempunyai peranan yang sangat besar dalam ketidakharmonian keluarga, kerananya kembalilah kepada Allah, mohonlah perlindungan padaNya dari godaan syaitan yang terkutuk.
Apabila ketegangan dengan suami telah berlalu, mintalah maaf karena boleh jadi, isteri juga ikut salah kerana terpancing untuk menanggapi secara berlebihan. Berusahalah terus untuk mempererat jalinan kasih agar hati kita dapat bersatu, sehingga ada rasa saling ketergantungan satu sama lainnya.
Salah satu wasiat Rasulullah yang disampaikannya saat haji wada’: “Barang siapa — diantara para suami — bersabar atas perilaku buruk dari isterinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Nabi Ayyub atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa –diantara para isteri — bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiah, isteri fir’aun”
Agar terwujud keberkahan dan keharmonian dalam berumah tangga, maka :
Bagi sang suami, jadilah lelaki yang selalu memuliakan isterinya, serta selalu dapat mengukirkan senyuman di wajah isterinya. Sebagai suami yang menjadi pemimpin dalam rumah tangga, maka dia harus tangguh dalam mencari nafkah yang halal untuk keluarga. Suami yang tak pernah lelah untuk berlemah lembut dalam mengingatkan kesalahan istrinya. Sebagai nahkoda dalam biduk keluarga, bertanggung-jawab penuh dalam mengembang firman Allah dalam QS-66: At-Tahrim: 6
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu & keluargamu dari api neraka..
Bagi sang isteri, jadilah perempuan yang paling mempesona, ketika suami memandangnya akan menyejukkan mata, ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dengan sepenuh hati dia akan mentaatinya, juga tatkala suaminya pergi maka dengan amanah dia menjaga harta dan kehormatannya. Isteri yang tidak silau dengan gemerlap dunia melainkan isteri yang selalu bergegas merengkuh setiap kemilau redha suami.
Cinta suami kepada isteri terwujudkan dalam bentuk ingin melindungi dan membimbingnya dengan sepenuh hati, sedangkan cinta istrei kepada suami berbuah ketaatan untuk selalu menjaga kehormatan diri dan keluarga. Insya Allah dengan terjalinnya perasaan cinta diantara suami isteri, akan terwujudlah keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Dalam salah satu hadis diriwayatkan:
Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan isterinya dan begitu pula dengan isterinya, maka Allah memperhatikan mereka dengan penuh rahmat, manakala suaminya merengkuh telapak tangan isterinya dengan mesra, berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela jemarinya....
Waalhu ’alam bissawab