Ummu Sulaim - Wanita Solehah Yang Unggul

Ummu Sulaim Wanita Solehah Yang Unggul


Beliau bernama Rumaisha’, Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin ‘Ady bin Najjar al-Anshariyyah al-Khazrajiyyah.

Beliau adalah seorang wanita yang memiliki sifat keibuan dan cantik, dirinya dihiasi pula dengan ketabahan, kebijaksanan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan kecerdasan berfikir dan kefasihan serta berakhlak mulia, sehingga nantinya cerita yang baik ditujukan kepada beliau dan setiap lisan memuji atasnya. Karena beliau memiliki sifat yang agung tersebut sehingga mendorong putra pamannya yang bernama Malik bin Nadlar untuk segera menikahinya. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah Anas bin Malik, salah seorang shahabat yang agung.

Tatkala cahaya nubuwwah mulai terbit dan dakwah tauhid muncul sehingga menyebabkan orang-orang yang berakal sehat dan memiliki fitrah yang lurus untuk bersegera masuk Islam.

Ummu Sulaim termasuk golongan pertama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar. Beliau tidak mempedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya didalam masyarakat jahiliyah penyembah berhala yang telah beliau buang tanpa ragu.

Adapun halangan pertama yang harus beliau hadapi adalah kemarahan Malik suaminya yang baru saja pulang dari bepergian dan mendapati istrinya telah masuk Islam. Malik berkata dengan kemarahan yang memuncak, “Apakah engkau murtad dari agamamu?”. Maka dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab: ”Tidak, bahkan aku telah beriman”.

Suatu ketika beliau menuntun Anas (putra beliau) sembari mengatakan: “Katakanlah La ilaha illallah.” (Tidak ada ilah yang haq kecuali Allah). Katakanlah, Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” (aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) kemudian Anas mau menirukannya. Akan tetapi ayah Anas mengatakan, “Janganlah engkau merusak anakku”. Maka beliau menjawab: “Aku tidak merusaknya akan tetapi aku mendidik dan memperbaikinya”.

Perasaan gengsi dengan dosa-dosa menyebabkan Malik bin Nadlar menentukan sikap terhadap istrinya yang –menurutnya- keras kepala dan tetap ngotot berpegang kepada akidah yang baru, maka Malik tidak memiliki alternatif lain selain memberi khabar kepada istrinya bahwa dia akan pergi dari rumah dan tidak akan kembali hingga istrinya mau kembali kepada agama nenek moyangnya.

Manakala Malik mendengar istrinya dengan tekad yang kuat karena teguh terhadap pendiriannya mengulang-ulang kalimat “Ashadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, maka Malik pergi dari rumah dalam keadaan marah dan kemudian bertemu dengan musuh sehingga akhirnya dia dibunuh.

Ketika Ummu Sulaim mengetahui bahwa suaminya telah terbunuh, beliau tetap tabah mengatakan: “Aku tidak akan menyampih Anas sehingga dia sendiri yang memutusnya, dan aku tidak akan menikah sehingga Anas menyuruhku”.

Kemudian Ummu Anas menemui Rasulullah yang dicintai dengan rasa malu kemudian beliau mengajukan agar buah hatinya, Anas dijadikan pembantu oleh guru manusia yang mengajarkan segala kebaikan. Rasulullah menerimanya sehingga sejuklah pandangan Ummu Sulaim karenanya.

Kemudian orang-orang banyak membicarakan Anas bin Malik dan juga ibunya dengan penuh takjub dan bangga. Begitu pula Abu Thalhah mendengar kabar tersebut sehingga menjadikan hatinya cenderung cinta dan takjub. Kemudian dia beranikan diri melamar Ummu Sulaim dan menyediakan baginya mahar yang tinggi. Akan tetapi, tiba-tiba saja pikirannya menjadi kacau dan lisannya menjadi kelu tatkala Ummu Sulaim menolak dengan wibawa dan penuh percaya diri dengan berkata: “Sesungguhnya tidak pantas bagiku menikah dengan orang musyrik. Ketahuilah wahai Abu Thalhah bahwa tuhan-tuhan kalian adalah hasil pahatan orang dari keluarga fulan, dan sesungguhnya seandainya kalian mau membakarnya maka akan terbakarlah tuhan kalian”.

Abu Thalhah merasa sesak dadanya, kemudian dia berpaling sedangkan dirinya seolah-olah tidak percaya dengan apa yang telah dia lihat dan dia dengar. Akan tetapi cintanya yang tulus mendorong dia kembali pada hari berikutnya dengan membawa mahar yang lebih banyak, roti maupun susu dengan harapan Ummu Sulaim akan luluh dan menerimanya.

Akan tetapi Ummu Sulaim adalah seorang da`iyah yang cerdik yang tatkala melihat dunia menari-nari dihadapannya berupa harta, kedudukan dan laki-laki yang masih muda, dia merasakan bahwa keterikatan hatinya dengan Islam lebih kuat dari pada seluruh kenikmatan dunia. Beliau berkata dengan sopan: “Orang seperti anda memang tidak pantas ditolak, wahai Abu Thalhah, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan saya adalah seorang muslimah sehingga tidak baik bagiku menerima lamarnmu”. Abu Thalhah bertanya: “lantas apa yang anda inginkan?”, beliau balik bertanya: “Apa yang saya inginkan?”. Abu Thalhah bertanya: “apakah anda menginginkan emas atau pera?”. Ummu Sulaim berkata: “Sesungguhnya aku tidak menginginkan emas ataupun perak akan tetapi saya menginginkan agar anda masuk Islam”. “Kepada siapa saya harus datang untuk masuk Islam?”, tanya Abu Thalhah. Beliau berkata: “Datanglah kepada Rasulullah untuk itu!”. Maka pergilah Abu Thalhah untuk menemui Nabi yang tatkala itu sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Demi melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah bersabda:

“Telah datang kepada kaliaan Abu Thalhah sedang sudah tampak cahaya Islam dikedua matanya”.

Selanjutnya Abu Thalhah menceritakan kepada Nabi tentang apa yang dikatakan oleh Ummu Sulaim, maka da menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislamannya.

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Ummu sulaim berkata:

“Demi Allah! orang yang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hannya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta yang selain dari itu”.

Sungguh ungkapan tersebut mampu menyentuh perasaan yang paling dalam dan mengisi hati Abu Thalhah, sungguh Ummu Sulaim telah bercokol dihatinya secara sempurna, dia bukanlah seorang wanita yang suka bermain-main dan takluk dengan rayuan-rayuan kemewahan, sesungguhnya dia adalah wanita cerdas, dan apakah dia akan mendapatkan yang lebih baik darinya untuk diperistri, atau ibu bagi anak-anaknya?”.

Tanpa terAsa lisan Abu Thalhah mengulang-ulang: “Aku berada diatas apa yang kamu yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah”.

Ummu Sulaim lalu menoleh kepada putranya, Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya: “Wahai Anas! Nikahkanlah aku dengan Abu thalhah”. Kemudian beliaupun dinikahkan dengan Islam sebagai mahar.

Oleh karena itulah Tsabit meriwayatkan hadits dari Anas :
“Aku belum pernah mendengar seorang wanitapun yang paling mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam”.

Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thalhah dengan kehidupan suami-istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang tenang dan penuh kebahagiaan.

Ummu Sulaim adalah profil seorang istri yang menunaikan hak-hak suami isteri dengan sebaik-baiknya, sebagaimana juga contoh terbaik sebagai seorang ibu, seorang pendidik yang utama dan seorang da`iyah.

Begitulah Abu Thalhah mulai memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang utama yakni Ummu Sulaim sehingga pada gilirannya beliau minum dari mata air nubuwwah hingga menjadi setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.

Marilah kita dengarkan penuturan Anas bin Malik yang menceritakan kepada kita bagaimana perlakuan Abu Thalhah terhadap kitabullah dan komitmennya terhadap al-Qur`an sebagai landasan dan kepribadian. Anas bin Malik berkata :

“Abu Thalhah adalah orang yang paling kaya di kalangan Anshar Madinah, adapun harta yang paling disukainya adalah kebun yang berada di masjid, yang biasanya Rasulullah masuk ke dalamnya dan minum air jernih didalamnya. Tatkala turun ayat :

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu nafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Q,.s. آli’ Imran: 92).

Seketika Abu Thalhah berdiri menghadap Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah berfirman di dalam kitab-Nya (yang artinya), “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah kebunku, untuk itu aku sedekahkan ia untuk Allah dengan harapan mendapatkan kebaikan dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesuka kamu, wahai Rasulullah”.

Rasulullah bersabda :

“Bagus …..bagus.. itulah harta yang menguntungkan…. Itulah harta yang paling menguntungkan…..aku telah mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan agar engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu”.

Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada sanak kerabat dan anak-anak dari pamannya.

Allah memuliakan kedua suami-istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu ‘Umair. Suatu ketika anak tersebut bermain-main dengan seekor burung lalu burung tersebut mati. Hal itu menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada waktu itu, Rasulullah melewati dirinya maka beliau berkata kepada anak tersebut untuk menghibur dan bermain dengannya: “Wahai Abu Umair! Apa yang dilakukan oleh anak burung pipit itu?”.

Allah berkehendak untuk menguji keduanya dengan keduanya dengan seorang anak yang cakap dan dicintai, suatu ketika Abu Umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahnya apabila kembali dari pasar, pertama kali yang dia kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum merasa tenang sebelum melihat anaknya.

Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka ibu Mu`minah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridla dan baik. Sang ibu membaringkannya ditempat tidur sambil senantiasa mengulangi kalimat: “Inna lillahi wa inna ilahi raji`un”. Beliau berpesan kepada anggota keluarganya: “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalha hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya”.

Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan bersemangat menyambut suaminya dan menjawab pertanyaannya seperti biasanya: “Apa yang dilakukan oleh anakku?”. Beliau menjawab: “dia dalam keadaan tenang”.

Abu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena khawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulaim mendekati beliau dan mempersiapkan malam baginya, lalu beliau makan dan minum sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian keduanyapun berbuat sebagai mana layaknya suami istri.

Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan mencampurinya serta merasa tenang dengan keadaan anaknya maka beliau memuji Allah karena tidak membuat risau suaminya dan beliau biarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.

Tatkala diakhir malam beliau berkata kepada suaminya: “Wahai Abu Thalhah! bagaimana pendapatmu seandainya suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipannya tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut untuk menolaknya?”. Abu Thalhah menjawab: “Tentu saja tidak boleh”. Kemudian Ummu Sulaim berkata lagi: “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?”. Abu Thalhah berkata: “Berarti mereka tidak adil”. Ummu Sulaim berkata: ”Sesunggguhnya anakmu titipan dari Allah dan Allah telah mengambilnya, maka tabahkanlah hatimu dengan meninggalnya anakmu”.

Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah: “kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”.

Beliau ulang-ulang kata-kata tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja` (Inna lillahi wa inna ilahi raji`un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.

Keesokan harinnya beliau pergi menghadap Rasulullah dan mengabarkan kapada Rasulullah tentang apa yang terjadi, kemudian Rasulullah bersabda:

“Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua”.

Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah selanjutnya Anas berkata: “Wahai Rasulullah, bahwasanya Ummu Sulaim melahirkan tadi malam”. Maka Rasulullah mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut (menggosokan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi). Anas berkata: “Berilah nama baginya, wahai Rasulullah!”. Beliau bersabda: “namanya Abdullah” .

Ubbabah, salah seorang rijal sanad berkata: “Aku melihat dia memiliki tujuh anak yang kesemuanya hafal al-Qur`an”.
Diantara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka berdua dimana umat manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata:

“Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar”. Maka Rasulullah menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada dirumahnya, namun beliau menjawab: “Demi Dzat Yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya tidak berbeda. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah bersabda:

“Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya”.

Maka berdirilah salah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata: “Saya wahai Rasulullah”. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim): “Apakah kamu memiliki makanan?”. Istrinya menjawab: “Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak”. Abu Thalhah berkata: ”Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah berada di tangan maka berdirilah. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut sementara kedua sumi-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah lalu Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah”. Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:

“Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian” .

Di akhir hadits disebutkan: “Maka turunlah ayat (artinya):

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (Q,.s. al-Hasyr :9).

Abu Thalhah tidak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan khabar gembira tersebut kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dalam al-Qur`an yang senantiasa dibaca.

Ummu Sulaim tidak hanya cukup menunaikan tugasnya untuk mendakwahkan Islam dengan penjelasan saja, bahkan beliau antusias untuk turut andil dalam berjihad bersama pahlawan kaum muslimin. Tatkala perang Hunain tampak sekali sikap kepahlawanannya dalam memompa semangat pada dada mujahidin dan mengobati mereka yang luka. Bahkan beliau juga mempersiapkan diri untuk melawan dan menghadapi musuh yang akan menyerangnya. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya dan Ibnu Sa`ad di dalam Thabaqat dengan sanad yang shahih bahwa Ummu Sulaim membawa badik (pisau) pada perang Hunain kemudian Abu Thalhah berkata: “Wahai Rasulullah! ini Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rasulullah apabila ada orang musyrik yang mendekatiku maka akan robek perutnya dengan badik ini”.

Anas berkata: “Rasulullah berperang bersama Ummu Sulaim dan para Wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka”.

Begitulah Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim bahkan Rasulullah telah memberi khabar gembira bahwa beliau termasuk ahli surga. Beliau bersabda :

“Aku masuk ke surga, tiba-tiba mendengar sebuah suara, maka aku bertanya: “Siapa itu?”. Mereka berkata: “Dia adalah Rumaisha` binti Malhan ibu dari Anas bin Malik”.

Selamat untukmu wahai Ummu Sulaim, karena anda memang sudah layak mendapatkan itu semua, engkau adalah seorang istri shalihah yang suka menasehati, seorang da`iyah yang bijaksana, seorang pendidik yang sadar sehingga memasukkan anaknya ke dalam madrasah nubuwwah tatkala berumur sepuluh tahun yang pada gilirannya beliau menjadi seorang ulama diantara ulama Islam, selamat untukmu…..selamat untukmu…

(Diambil dari buku Mengenal Shahabiah Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan sedikit perubahan, penerbit Pustaka AT-TIBYAN, Hal. 204) 
Leer completo...

Ciri-ciri wanita berakhlak mulia


CIRI- CIRI WANITA SOLEHAH IDAMAN LELAKI SOLEH
1. Kecantikan Dalaman~
Wanita yang tulen adalah wanita yang lemah lembut dalam pewarakannya tetapi prinsip dan nilai hidupnya begitu agung dan tinggi merantai dirinya.Itulah kecantikan dalaman yang sukar ditandingi.
2. Keanak-anakan~
Lelaki suka membela, menjaga, membimbing dan melindungi justeru mereka boleh berperanan menjadi pelindung kepada mereka.Keperibadian wanita yang manja keanak-anakan memang merupakan salah satu keindahannya namun tidaklah berkeanak-anakan yang melampau kerana akan menunjukkan bahawa diri wanita itu tidak matang.
3. Cantik~
NAFSU mengatakan wanita cantik pada rupanya,AKAL mengatakan wanita cantik pada ilmu dan kepandaiannya,HATI mengatakan wanita itu cantik pada akhlaknya.
4. Berakhlak Mulia~
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang solehah”Sebagai ibu, terukir di paparan dada.Sebagai isteri, pengubat duka nan lara.Sebagai kekasih, dirindui saban ketika.Sebagai mujahidah, berdiri dibelakang mujahidin.~Ciri-ciri wanita yang solehahTaat kepada Allah.Berbuat baik kepada ibu bapa.Sentiasa taat dan berkhidmat kepada suami dengan sepenuh hati.Menutup dan menjaga aurat.Tidak berhias apabila keluar rumah.Tidak keluar bersendirian atau bersama lelaki ajnabi kecuali bersama mahram.Berbuat baik dengan jiran tetangga.Suka mempunyai anak yang ramai dan berusaha untuk mendidik mereka.
5. Berpegang pada agama~
“Dikahwini wanita itu kerana 4 perkara, kecantikannya, hartanya, keturunannya, dan agamanya. Pilihlah yang paling beragama”
6. Dari keturunan yang baik-baik.~
Seorang wanita yang dari keturunan yang baik2 mudah diterima lelaki. Namun wanita yang berasal dari keturunan yang hina seperti anak zina atau sebagainya tidak wajar merasakan dirinya tidak layak menjadi wanita idaman. Islam mengangkat tinggi umatnya yang bertaubat dan sentiasa memperbaiki diri kerana taqwa menjadi darjat kemuliaan disisi Allah.
7. Bijaksana~
Saidatina Aisyah r.a. merupakan seorang tokoh intelektual terbilang. Sebanyak 2210 hadis sahih berjaya diriwayatkan selama 9 tahun hidup bersama Rasulullah s.a.w. Beliau merupakan fuqoha’ (ahli hukum) Madinah yang unggul dan juga berpengetahuan dalam bidang perubatan.~Wanita idaman lelaki ialah wanita yang pandai tetapi tidak menunjuk-nunjuk
pandai kerana ianya mencabar ego lelaki lalu menyebabkan lelaki menyampah terhadapnya.
8. Tidak mempamerkan keseksian~
“Wanita yang berpakaian tetapi sebenarnya telanjang untuk mencari perhatian lelaki, yang melenggok-lenggokkan tubuhnya, yang kepalanya seperti punuk (bonggol) unta, mereka itu tidak akan masuk syurga”
(Hadis Riwayat Muslim)
9. Tidak Cerewet~
Wanita yang cerewet boleh merimaskan lelaki dan mudah menyebabkan lelaki menyampah terhadapnya.
10. Memahami lelaki~
Contoh: Yang berlaku: “Itulah abang! Asyik bekerja aje. Mementingkan diri sendiri… Tak ingat nak balik rumah… Tak abis-abis layan kawan.. kawan.. kawan… Hal rumah ni takkan nak suruh saya buat sorang!”Yang sebenarnya berlaku: Di pejabat, bos sambung meeting hingga pukul 7 malam. Singgah solat Maghrib di masjid. Ada penceramah idola. Dengar ceramah sehingga solat isyak. Dalam perjalanan pulang, kawan lama telefon minta jumpa di warung ada hal penting katanya. Pukul 10 malam baru sampai di rumah.
11. Tidak terlampau cemburu~
“Tidak boleh iri hati melainkan dalam dua perkara iaitu seseorang yang telah dikurniakan Allah harta lalu dihabiskan dijalan Allah dan orang yang dikurniakan ilmu pengetahuan, lalu ia mengeluarkan hukum berpandukan ilmunya (al-Quran dan Hadis) serta diajarkan kepada orang lain” (riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
12. Sejuk mata memandang.
~Bersopan-santun, sentiasa memaniskan muka~ Sentiasa senyum~Menutup aurat~Ramah dan mesra~Menundukkan pandangan.
13. Pandai menaikkan semangat dan bermotivasi~
Lelaki lebih tertarik untuk mencari wanita yang pandai menaikkan semangat dan bermotivasi ketika dia memerlukannya.
14. Canggih~
Wanita yang pandai menyesuaikan diri dengan arus perkembangan semasa tetapi masih mengekalkan ciri-ciri wanita Islam yang berakhlak mulia dan menutup aurat.
15. Mempunyai persamaan yang bermakna~
Suatu hari,Imam Malik hairan melihat burung merpati dan gagak berkumpul bersama. Dengan spontan beliau berkata,”Kedua-duanya bersatu padahal jenisnya tidak sama”. Ketika burung itu terbang,beliau melihat keduanya masih ada persamaan iaitu kedua-duanya cacat. Lalu beliau berkata,”Sebab itulah burung itu dapat bersatu”.
16. Pemaaf~
Wanita yang suka mendahului meminta maaf walaupun dirinya tidak bersalah digambarkan mempunyai peribadi yang unggul dan mudah disayangi.
17. Seimbang~
Seimbang dari sudut pergaulan, keagamaan, pengurusan diri, dan pengurusan masa.
18. Berkeyakinan diri
19. Mempunyai ‘body language’ yang baik.(Diulangi, body language ye,samada cara percakapan,kawalan diri di hadapan org ramai dan sbgnya.Yang penting bukan bentuk body seseorang wanita itu yg jd ukuran..:p
Leer completo...

Bidadari Dunia – Dia Adalah yang Menjaga Akhlaknya


Kita terus menelaah Bidadari Dunia hari ini. Perempuan yang merupakan manusia, tetapi melangkah dengan langkahan bidadari. Mahal. Indah. Tinggi. Mulia.
Antara ciri-ciri wanita, perempuan yang sedemikian, pada saya, adalah yang menjagaakhlaknya.
Ya. Akhlak.
Dikatakan bahawa akhlak adalah pakaian yang menunjukkan keadaan kita. Buruk akhlak, buruklah orang memandang kita. Walaupun pada kita ada seribu satu kelebihan, seperti cantik, kaya dan sebagainya.
Cantik akhlak, cantiklah orang memandang kita. Walaupun pada kita ada seribu satu kekurangan, seperti miskin, tidak berapa cemerlang dalam pelajaran dan sebagainya.
Dan antara yang mendamaikan jiwa manusia, adalah akhlak.
Sebab itu perempuan berakhlak, dia adalah bidadari dunia.
Akhlak, bukan semata berdiri di atas nilai murni.
Pertamanya, perlu difahami bahawa, akhlak mulia bukanlah semata-mata berdiri di atas nilai murni semata-mata. Apakah maksud saya dengan penyataan ini?
Yakni, kita tidak memandang bahawa akhlak mulia itu semata-mata berdiri di atas nilai moral. Contohnya, kita tidak berbogel di tengah masyarakat, kerana masyarakat menganggap itu satu perkara yang tidak bermoral. Maka kita berpakaian, kerana pada masyarakat, berpakaian itu bermoral.
Contoh lain, kita tidak menengking-nengking orang, kerana masyarakat menganggap menengking itu satu perkara yang tidak murni. Begitu juga dengan kita membantu orang, kerana masyarakat menganggap membantu orang lain adalah perkara yang murni.
Ya. Akhlak bukan berdiri di atas ‘nilai murni’ atau ‘moral’ dengan ukuran masyarakat, ukuran manusia.
Tetapi konsep berakhlak yang sebenar itu, diukur dengan nilaian yang telah diletakkan oleh Allah SWT.
Masyarakat mungkin boleh menerima bahawa yang memakai baju kurung, tanpa tudung, itu dikatakan berakhlak, sopan. Tetapi di dalam Islam, itu belum mencapai tahap berakhlak lagi. Kerana jelas, di situ ada ‘keingkaran’ kepada Allah SWT berlaku. Maka bagaimanakah kita boleh mengira keingkaran kepada Allah SWT sebagai ‘berakhlak’?
Contoh lain dalam isu ini, berpegangan tangan dengan yang bukan mahram. Mungkin pada masyarakat, itu tidak mengapa. Tiada masalah. Bukan peluk pun. Jadi kalau berpegangan tangan, bersentuh bahu studi bersama, maka itu boleh dikira berakhlak lagi. Tetapi tidak di dalam Islam. Itu belum mencapai tahap ‘berakhlak’. Kerana jelas berlaku pengingkaran kepada Allah SWT di situ.
Jadi, bidadari dunia memahami akhlak mulia itu sedemikian rupa.
Apakah ‘akhlak mulia’? Itulah dia dengan berakhlak mengikuti akhlak yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.
Maka Mereka Berakhlak dengan akhlak yang diperintahkan.
Firman Allah SWT:
“Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya.” Surah An-Nur ayat 31.
“Wahai isteri-isteri Nabi, kamu semua bukanlah seperti mana-mana perempuan yang lain kalau kamu tetap bertaqwa. Oleh itu janganlah kamu berkata-kata dengan lembut manja (semasa bercakap dengan lelaki asing) kerana yang demikian boleh menimbulkan keinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya (menaruh tujuan buruk kepada kamu), dan sebaliknya berkatalah dengan kata-kata yang baik (sesuai dan sopan).” Surah Al-Ahzab ayat 32.
“Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” Surah Al-Ahzab ayat 59.
“Ada dua golongan yang akan menjadi penghuni neraka. Aku belum pernah melihat mereka iaitu golongan yang mempunyai cemeti-cemeti bagaikan ekor lembu yang digunakan untuk memukul orang dan golongan kedua adalah para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggang-lenggok ketika berjalan, menarik perhatian orang yang melihat mereka. Kepala mereka bagaikan bonggol unta yang senget. Mereka tidak akan masuk syurga dan tidak dapat mencium bau wanginya. Sesungguhnya bau wangi syurga boleh terhidu dari jarak perjalanan yang sangat jauh.” Hadith Riwayat Muslim, bernombor 3971.
Begitulah Allah SWT memerintahkan. Begitulah Rasulullah SAW menunjukkan.
Maka Bidadari Dunia itu matanya tidak liar dalam memandang yang tidak sepatutnya. Tidaklah bermaksud tunduk hingga terlanggar tiang dalam perjalanannya. Tetapi bermaksud, tidak terlalu teruja dengan sesuatu yang tidak sepatutnya.
Tiadalah pula mereka ini menunjuk-nunjukkan perhiasan mereka, kecuali pada tempat yang memang tidak terlindung. Tiadalah mereka menayang-nayangkan barang kemas, dan berlebih-lebihan dalam mengenakan hiasan.
Mereka juga menutup aurat dengan kemas. Tidak semata-mata mengikut fesyen arus itu dan ini. Tetapi memastikan bahawa yang Allah kehendaki itu selesai. Yakni menutup seluruh tubuh kecuali tangan dan wajah. Juga tidaklah hingga menunjukkan tubuh badan. Pakaian mereka labuh, walau apa pun yang dipakai mereka.
Mereka juga tidaklah ‘gedik’, mengada-ngada, melembutkan suara pada yang bukan mahram, dan berhubungan bebas dengan mereka. Tidak pula perempuan yang beriman ini, bidadari dunia ini, bila berjalan kedengaran ‘keletak-keletuk’. Mereka berjalan dengan sopan, teratur, dan tidak terlalu menarik perhatian. Terjaga.
Walaupun ada ayat di atas menyebut ‘isteri-isteri nabi’, tetapi hakikatnya hukum itu jatuh kepada semua perempuan muslimah yang beriman. Hal ini kerana, isteri-isteri nabi adalah ibu kepada perempuan yang beriman. Kerana itu mereka digelar, Ummul Mukminin. Mereka menjadi ikutan kepada perempuan yang inginkan keredhaan Allah SWT.
Kerana itu. Bidadari Dunia Sangat Indah.
Kerana memahami akhlak yang sedemikian ini dan melaksanakannya lah, Bidadari Dunia menjadi sangat indah. Cuba perhatikan semula sub topi di atas ini dan kemudian bayangkan. Sederhana bukan?
Ya. Sederhana. Tidak kelihatan terlalu terkinja-kinja. Kelihatan amat sopan. Amat cantik dalam erti kata cantik yang sebenar. Amat indah.
Saya tidak mampu menterjemahkan dengan apa-apa perkataan lain selain perkataan Sederhana.
Tidak terlalu melebih-lebih. Dan tidak pula terlalu kurang. ‘Just nice’ orang putih kata.
Itu yang membuatkan Bidadari Dunia indah.
Penutup: Tetapi siapakah yang hendak berakhlak sedemikian rupa?
Tetapi siapakah daripada kalangan saudari-saudari saya ingin berakhlak sedemikian?
Berakhlak dengan apa yang Allah SWT mahu. Bukan sekadar apa yang masyarakat mahu.
Akhlak yang indah. Yang cantik. Yang mulia.
Ketahuilah bahawa perempuan yang sedemikian, mahal harganya.
Terjaga. Kemas. Bukan murah yang boleh diambil oleh sesiapa. Suci!
Bidadari Dunia!
Siapakah yang mahu menjadi?

Sumber: http://www.langitilahi.com/

Leer completo...

The True Muslimah


One time, a student who is boy asks to his teacher: sir, Tell me about the True muslimah …
The teacher smiled and answered … True muslimah isnt just a scarf seen from the wide, but from how she keeps her eyes (ghudhul Bashar), attitude, character, honor and purity of the Islamic ….
True muslimah isnt viewed from the softness of her voice, but the outspoken she tells the truth in front of boys who isnt her family or mahram … ..

True muslimah is not viewed from the large number of friends around him, but from the her attitude when she keep her childreen, close relatives, neighbors and surrounding people.
Real muslimah is not seen from how she was respected in the place she works, but how she is respected in the household …
Real muslimah is not seen from how she decorated and how she make nice food, but how can she understand and know the tastes and eating his husband and her childreen. variations that are not fussy, smart family financially manage cash flow, understand how to look attractive in the face of her husband and always feel pretty (qonaah) with all the gifts from the husband at the time and in the current field narrow.
Real muslimah is not seen from her beautiful face, but from how she generous smile and cool when seen in front of her husband with all my heart..
Real muslimah is not seen from the many boys who tried get her love, but of commitment to say that the real “No words” Love before marriage.
Real muslimah is not viewed from the degree black belt in the sport , but from the temper he faced ins and outs of life …
Real muslimah is not be seen from just the number she memorized the Koran, but from her understanding of what she read / memorized to resume practicing later in her daily life.
…. After that, the Student again asking …
“Is there muslimah that can meet such criteria, sir?”
The teacher smiled again and said: “muslimah like it there, but rarely”.
Even if there is, she usually has a distinctive character, among others; Very loving Allah and His Messenger more than anything else, can not be separated from the world of da’wa (at least in the neighborhood where she lived), to live in congregation but not known ‘ashobiyah, do not want to be known-unless requested / Pressed by jama’ah (community), a descendant of the righteous people/ shalihat, comes from an environment that is very well maintained, have a practice of worship daily, weekly and monthly on top of most people, life is simple but still interesting and useful for others, known as a neighbor who was kind, very filial to parents, very respectful to the older and very dear to a younger, very disciplined with her prayer, diligent fast, pray qiyamullail & Sunnah and practice of worship or can be hidden from the eyes of his best people who knew her , diligent repair her false (taubatan NASHUHA), diligently praying for her broter and sister especially being in a state of difficulty, keept friendship basic on islam, industrious-Koran-study (especially those syar’i) / minimum of diligent attendance at the council of science and listen, always add / improve their knowledge and convey all the knowledge he learned after her first practice it, diligently read / memorize the Quran or hadith and books a useful, smart / strong her mind, very selective about food / drink that she consume, so attention to cleanliness and very disciplined about clean, very awake from ikhtilat especially seclusion, away from all actions to maintain the continuity of nonsense, brave, not scared / sad but a little heart (fair), clever entertaining and clever cover up embarrassment / lack people and she knew, easy to forgive the errors / mistakes of others without being asked and without rancor, a light hand to help others, easy to take help (bershadaqah), sincere, far from riya, ujub, muhabahat, arrogant and not emotional, sensitive enough but not too sensitive (not easily offended), always do good deeds and muraqobatullah (always feel close and always felt watched by Allah SWT in both crowded and at the time when alone), always positif thinking to every person, honest character (shiddiiq), trustworthy and always deliver the best way haq (tabligh), never complain / complain, very mature in addressing the problems of life, self, always optimistic, always look happy and calm, not separated from the calculation (muhasabah) today that she always try to be better than yesterday and tomorrow better than today, and always clever grateful for all ni’mat (good destiny) and always patient in dealing with test and trial (fate) in all circumstances. Whenever and wherever ..
The Student still curious, and asked to return to the Ustad. “sir, is there an easy way to get it? or at least can get a near-profile real muslimah?
The teacher was promptly answered wisely: “There, if you yourselves like to get the real muslimah to be your partner then you guys … SHALIHKAN FORMERLY SELF!
Hopefully shalihat Akhwat which is basically a shaalih also to Brett …
Leer completo...

Apa Erti Menjadi Isteri Solehah


Apa erti menjadi isteri solehah. Pelbagai pandangan dan jawapan mampu kita tafsirkan, samada melalui pembacaan, perbincangan dan perkongsian pengalaman. Kita menyingkap kembali sejarah Nabi Ibrahim sewaktu baginda menziarahi menantunya. Pada  waktu itu, puteranya, Nabi Ismail tiada di rumah sedangkan isterinya belum pernah  bertemu  bapa  mertuanya, Nabi  Ibrahim.
Apabila  sampai  di rumah anaknya itu, terjadilah  dialog  antara Nabi Ibrahim dan menantunya.
Nabi Ibrahim :  Siapakah kamu?
Menantu :  Aku isteri Ismail.
Nabi Ibrahim :  Di manakah suamimu, Ismail?
Menantu :  Dia pergi berburu.
Nabi Ibrahim :  Bagaimanakah keadaan hidupmu sekeluarga?
Menantu : Oh, kami semua dalam kesempitan dan (mengeluh) tidak  pernah senang dan lapang.
Nabi Ibrahim :  Baiklah!  Jika suamimu  balik,  sampaikan  salamku padanya. Katakan padanya, tukar  tiang  pintu rumahnya (sebagai kiasan supaya   menceraikan isterinya).
Menantu :  Ya, baiklah.
Setelah Nabi  Ismail  pulang  daripada  berburu,  isterinya terus menceritakan tentang orang tua yang telah singgah di rumah mereka.
Nabi Ismail : Adakah apa-apa yang ditanya oleh orang tua itu?
Isteri :  Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.
Nabi Ismail :  Apa jawapanmu?
Isteri :  Aku ceritakan kita ini orang yang susah. Hidup  kita ini selalu dalam kesempitan, tidak pernah senang.
Nabi Ismail :  Adakah dia berpesan apa-apa?
Isteri :  Ya ada. Dia berpesan supaya aku menyampaikan  salam kepadamu serta meminta kamu menukarkan tiang  pintu rumahmu.
Nabi Ismail :  Sebenarnya  dia  itu  ayahku.  Dia  menyuruh  kita berpisah. Sekarang  kembalilah  kau  kepada keluargamu.
Ismail  pun  menceraikan isterinya  yang  suka  merungut,  tidak bertimbang  rasa serta tidak bersyukur kepada takdir   Allah  SWT. Sanggup  pula mendedahkan rahsia rumah tangga kepada  orang  luar.
Tidak lama selepas  itu, Nabi Ismail berkahwin lagi. Setelah  sekian lama,  Nabi  Ibrahim  datang lagi ke Makkah  dengan  tujuan menziarahi  anak dan menantunya. Berlakulah lagi pertemuan  antara mertua dan menantu yang saling tidak mengenali.
Nabi Ibrahim :  Dimana suamimu?
Menantu :  Dia tiada dirumah. Dia sedang memburu.
Nabi Ibrahim :  Bagaimana keadaan hidupmu sekeluarga? Mudah-mudahan dalam kesenangan?
Menantu :  Syukurlah kepada tuhan, kami semua  dalam  keadaan sejahtera, tiada apa yang kurang.
Nabi Ibrahim :  Baguslah kalau begitu.
Menantu :  Silalah  duduk  sebentar.  Boleh  saya  hidangkan sedikit  makanan.
Nabi Ibrahim :  Apa pula yang ingin kamu hidangkan?
Menantu :  Ada sedikit daging, tunggulah saya sediakan minuman dahulu.
Nabi Ibrahim :  (Berdoa) Ya Allah! Ya Tuhanku!  Berkatilah  mereka dalam makan minum mereka. (Berdasarkan peristiwa  ini, Rasulullah beranggapan keadaan mewah negeri Makkah adalah
berkat doa Nabi Ibrahim).
Nabi Ibrahim :  Baiklah, nanti apabila suamimu  pulang,  sampai- kan salamku kepadanya. Suruhlah dia menetapkan  tiang pintu rumahnya sebagai kiasan untuk  mengekalkan isteri Nabi Ismail).
Apabila  Nabi Ismail pulang daripada berburu, seperti  biasa dia bertanya sekiranya sesiapa datang datang mencarinya.
Nabi Ismail :  Ada sesiapa datang semasa aku tiada di rumah?
Isteri :  Ya,  ada.  Seorang  tua yang  baik rupanya dan perwatakannya sepertimu.
Nabi Ismail :  Apa katanya?
Isteri :  Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.
Nabi Ismail :  Apa jawapanmu?
Isteri :  Aku nyatakan kepadanya hidup kita dalam keadaan baik, tiada apapun  yang kurang. Aku ajak juga dia makan  dan minum.
Nabi Ismail :  Adakah dia berpesan apa-apa?
Isteri :  Ada, dia berkirim salam buatmu dan  menyuruh kamu mengekalkan tiang pintu rumahmu.
Nabi Ismail :  Oh, begitu. Sebenarnya dialah ayahku. Tiang  pintu yang dimaksudkannya itu ialah dirimu yang dimintanya untuk aku kekalkan.
Isteri :  Alhamdulillah, syukur.

Bagaimana pandangan pembaca tentang petikan sejarah ini? Kisah sejarah ini sungguh menyentuh jiwa. Anda juga  tentu  merasai  dan  mengalami  sendiri  ujian   hidup berumahtangga  yang  sentiasa  perlukan  kesabaran.
Berpandukan sejarah  tersebut, bolehlah kita tegaskan kepada  diri sendiri bahawa isteri solehah itu sepatutnya ‘sabar di hati dan syukur pada wajah’. Daripada sini akan terpancar ketenangan setiap kali  suami  berhadapan dengan  isteri  solehah. Isteri solehah tidak cerewet  dan  tidak mudah merungut. Isteri solehah hendaklah sentiasa bersyukur dalam keadaan senang  mahupun  susah  supaya  Allah  tambahkan  lagi rahmat-Nya seperti firman-Nya yang bermaksud:
“Sesungguhnya  jika  kamu  bersyukur,  pasti  Aku tambahkan  nikmat-Ku kepadamu. Dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku amat pedih.”  (Surah Ibrahim, ayat 7)
Untuk menambahkan kegigihan kita berusaha menjadi isteri solehah, ingatlah hadith Rasulullah yang bermaksud:
“Sampaikanlah kepada sesiapa yang engkau temui daripada  kaum wanita, bahawasanya taat kepada suami serta mengakui  haknya adalah menyamai pahala orang yang berjihad pada jalan Allah, tetapi sangat sedikit sekali golongan kamu yang dapat melakukan demikian.”
(Riwayat Al-Bazzar dan Ath-Thabrani)
Begitulah,  untuk  menyediakan  diri  sebagai isteri solehah,  hati  kita  hendaklah sentiasa  dipenuhi  dengan  kasih sayang rabbani. Contoh teladan yang sepatutnya jadi rujukan kita ialah sejarah kehidupan nabi serta orang soleh.

Leer completo...

Teman seperjuangan..